APIKKALTIM.COM – Rencana baru yang digodok Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Komisi XI DPR RI terkait pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bontang meminta agar dipikir ulang.
Pasalnya, saat ini kondisi masyarakat sedang terpuruk akibat dilanda pandemi Covid-19. Pemerintah mestinya membantu warga untuk bangkit, alih-alih menambah beban dengan menjadikan pendidikan sebagai objek pajak.
“Pendidikan adalah hak mendasar bagi warga. Bukannya memberikan pajak,” kata Kabid Pendidikan Dasar Disdikbud Bontang, Saparuddin.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan, tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Sebelumnya, jasa pendidikan alias sekolah masuk kategori jasa bebas PPN.
Meski demikian, Saparuddin mengaku belum mengetahui secara pasti mengenai wacana itu. “Belum tahu detailnya. Kami juga belum baca isi draftnya,” ucapnya.
Pria pemurah senyum itu menyampaikan penolakan jika pemungutan pajak dilakukan. Mengingat ada beberapa hal yang biasa ditarik biaya dalam pendidikan. Negara perlu memberikan pendidikan yang bermutu dan gratis untuk seluruh warga negara.
“Seperti uang pangkal, uang gedung, Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), uang pendaftaran, dan lain sebagainya. Tapi pembayaran seperti ini hanya berlaku di sekolah swasta, tidak di negeri,” tuturnya.
Sebelumnya, upaya pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak kian meluas. Rencananya pemerintah akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% bagi sekolah atau jasa pendidikan lainnya.(Ar/Adv)